Banyuwangi, Penulis tergelitik menulis tentang judul tersebut diatas setelah mencermati beberapa pemberitaan tentang dugaan korupsi dana desa Lemahbang Dewo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi.
Langkah yang diambil kelompok masyarakat melaporkan dugaan korupsi dana desa ke Inspektorat dan Kejaksaan negeri Banyuwangi itu patut diapresiasi. Sebab, hal itu menunjukkan kepedulian dan keberanian masyarakat untuk menyelamatkan uang negara sudah mulai tumbuh.
Baca juga:
Anies-Gus Yahya, Cocok!
|
Partisipasi masyarakat yang diharapkan kritis terhadap jalannya pemerintahan desa mulai terbangun.
Bagi pemerintah desa yang terindikasi melakukan dugaan korupsi, tentunya akan menganggap kekritisan masyarakat tersebut sebagai penghambat. Bahkan tak jarang, oknum perangkat desa atau oknum BPD akan melakukan gerakan tutup mulut dan seolah olah tidak tahu berapa besaran anggaran dan bagaimana peruntukannya.
Kondisi ini tak jarang berbanding terbalik pada saat awal pengesahan APBDES. Tak sedikit yang berkoar koar " saya sudah mengajukan program A, saya sudah mengajukan pembangunan B dengan anggaran sekian sekian, ".Tapi begitu masyarakat mengendus bau dugaan korupsi, mereka berlagak tidak tahu tentang pelaksanaan program dan besaran anggaran. Bahkan, acapkali mereka saling tuding dan saling lempar tanggung jawab.
Sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa pasal 5, bahwa pengawasan pengelolaan keuangan dana desa paling tidak dilakukan oleh APIP, Camat, BPD, dan Masyarakat desa. Pengawasan yang dilakukan masyarakat merupakan bentuk partisipasi masyarakat sebagaimana di tegaskan dalam pasal 23 ayat 2 Permendagri no 73 tahun 2020. Pengawasan yang dilakukan masyarakat melalui pemantauan terhadap pengelolaan keuangan desa sebagaimana dijelaskan dalam ayat 1 pasal 23 Permendagri 73 tahun 2020.
Dalam melakukan pengawasan, masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa meliputi informasi tentang APB Desa, pelaksana kegiatan anggaran dan tim yang melaksanakan kegiatan, realisasi APB Desa, realisasi kegiatan, kegiatan yang belum selesai dan/atau tidak terlaksana, dan sisa anggaran.
Salah satu bentuk pemantauan yang dilakukan adalah penyampaian pengaduan masyarakat terkait dengan pengelolaan keuangan desa. Dengan demikian sangat jelas, hak masyarakat untuk mendapat informasi, melakukan pengawasan, dan menyampaikan pengaduan dilindungi oleh konstitusi. Sehingga tidak haram masyarakat melakukan pengawasan pengelolaan keuangan desa.
Sikap oknum anggota BPD dan perangkat desa Lemahbang dewo dalam sebuah pemberitaan yang bersikap seakan takut salah dan cenderung menyatakan tidak tahu anggaran program ketahanan pangan tentunya menjadi tanda tanya besar, ada apa ?. Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan diatur secara khusus melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa menegaskan fungsi BPD yakni membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Selain itu, dengan menjadi wakil masyarakat, ada sejumlah tugas yang harus dilakukan para anggota Badan Permusyawaratan Desa. Tugas-tugas tersebut, yakni: menggali, menampung, mengelola, dan menyalurkan aspirasi masyarakat, menyelenggarakan musyawarah BPD, menyelenggarakan musyawarah desa, membentuk panitia Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), menyelenggarakan musyawarah desa khusus untuk Pilakdes antarwaktu, membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, melaksanakan pengawasan terhadap kinerja kepala desa, melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa, menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan pemerintah desa dan lembaga desa lainnya, dan melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terbangunnya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan pengelolaan keuangan desa, seharusnya disambut positif oleh semua pemangku kepentingan demi kemajuan desa.
Di era digitalisasi saat ini, transparansi merupakan keniscayaan yang tak lagi bisa di pungkiri. Sudah bukan jamannya lagi perangkat desa bertanya keheranan " lo masyarakat kok bisa tahu ya anggaran untuk program A, siapa sih yang membocorkan, ".
Sudah tidak jamannya lagi pemerintah desa mengelola anggaran secara sembunyi sembunyi atau dalam bahasa jawanya " selintat selintut ". Kepala dusun dan BPD yang di dalam wilayahnya mendapat program bantuan dari desa tidak tahu anggaran dari desa berapa, bagi penulis adalah sebuah hal yang aneh.
Jika dalam tubuh perangkat desa saja masih ada perangkat desa yang tidak tahu atau takut salah, lalu bagaimana masyarakat?. Menurut hemat penulis, Inspektorat yang merupakan kepanjangan tangan Bupati ataupun Aparat Penegak Hukum harus menindak lanjuti aduan masyarakat itu dengan tegas, cepat dan transparan.
Penulis : Very Kurniawan
Pendiri Forum Analisis Kebijakan dan Pembangunan Daerah ( FOSKAPDA )